Alhamdulillah, setelah rombongan sampai di desa Mijen kecamatan Kaliwungu-Kudus. Rombongan segera diterima oleh panitia setempat dan ditempatkan di masjid Al-Hikmah yang terletak tepat di depan rumah Asy-Syahid Ustadz Urwah alias Bagus Budi Pranoto.
Pada malam harinya menjelang Isya’ perwakilan tim takziyah dari kota Solo yang terdiri dari komponen Majalah Ansharut Tauhid, Muslim Daily, Tim Hisbah Front Amar Makruf Nahi Munkar Solo dan sejumlah perwakilan pondok-pondok pesantren di jawa tengah berkesempatan untuk berkoordinasi sekaligus bersilaturrahmi dengan perwakilan keluarga Asy-Syahid Al-Ustadz Urwah alias Bagus Budi Pranoto.
Awalnya, perbincangan antara tim Takziyah dari kota Solo berlangsung ramah sebagaimana biasa. Namun, pembicaraan menjadi sangat serius ketika membahas tentang pembagian tugas dan adanya pengakuan dari perwakilan dari keluarga Urwah bahwa mereka terikat dan mengalami tekanan dari pihak Polres Kudus dan Kades Mijen.
Setelah tim menanyakan apa bentuk persyaratan yang ‘menekan’ tersebut, akhirnya pihak keluarga pun segera menyajikan secarik kertas bertuliskan tangan dan bermaterai
- Sanggup Menjaga dari segi keamanan
- Tidak ada spanduk/slogan berbentuk apapun dari awal sampai akhir
- Upacara jenazah diserahkan kepada aparat desa Mijen
- Orang di luar penduduk Mijen baik Ulama’ atau tokoh masyarakat dilarang menangani segala hal dalam pemakaman.
- Dilarang memakai atribut organisasi dan atau sejenisnya yang bisa menimbulkan kerawanan masyarakat.
Anehnya, pihak keluarga kemudian menafsirkan syarat dari aparat tersebut. Khususnya poin ketiga dengan meminta kepada seluruh takziyah, agar tidak mengucapkan kalimat takbir pada seluruh prosesi pemakaman jenazah.
Permintaan ini jelas menjadi satu tuntutan yang aneh dan tidak masuk akal. Betapa tidak, bagi keluarga, saudara, teman atau family yang merasa ditinggalkan jenazah tentunya akan merasa bahagia ketika jenazah tersebut tiba dengan selamat sampai di rumah duka.
Tentunya, tak salah jika keluarga, family dan murid-murid asy-syahid kemudian merasa bahagia dan berucap syukur atas kebesaran Allah dengan sampainya jasad syuhada tersebut. Apakah salah jika para pelayat berbahagia kemudian diteruskan dengan membesarkan nama Allah?
Tapi sayang seribu sayang, agaknya atmosfer ketakutan dan ketertekanan telah sedemikian menghantui perwakilan keluarga asy-syahid Urwah tersebut, sehingga membuat mereka tak mampu melawan tekanan aparat thaghut tersebut sedikitpun.
Tentunya, tak salah jika keluarga, family dan murid-murid asy-syahid kemudian merasa bahagia dan berucap syukur atas kebesaran Allah dengan sampainya jasad syuhada tersebut. Apakah salah jika para pelayat berbahagia kemudian diteruskan dengan membesarkan nama Allah?
Tapi sayang seribu sayang, agaknya atmosfer ketakutan dan ketertekanan telah sedemikian menghantui perwakilan keluarga asy-syahid Urwah tersebut, sehingga membuat mereka tak mampu melawan tekanan aparat thaghut tersebut sedikitpun.
Walhasil, upaya yang dilakukan oleh perwakilan para pelayat untuk memperkuat moral perwakilan keluarga asy-syahid Urwah berujung pada kesia-siaan.
Meskipun sebelumnya perwakilan para pelayat telah rela membatalkan keterlibatan ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang sedianya diminta oleh ayahanda asy-syahid (Bp. Ismanto) untuk mengampu khutbah dan menjadi imam shalat. Dan membatalkan pemasangan aneka spanduk penyambutan jenazah yang telah disiapkan, namun pihak keluarga tetap saja terbelenggu dalam ketakutan mereka terhadap tekanan para aparat thaghut. Dengan tetap saja melarang mengucapkan kalimat takbir.
Akhirnya, perwakilan pelayat tetap berusaha mengerti sembari mengingatkan bahwa pekik takbir adalah satu hal yang spontan muncul dan tidak bisa dihambat begitu saja. Hal ini merupakan reaksi spontan manusia yang tunduk dan takut kepada Rabbnya.
Beberapa waktu kemudian, datanglah berita bahwa mobil jenazah telah sampai di Kudus. Panitia penyambutan jenazah yang telah dibentuk oleh perwakilan keluarga pun segera membuat pagar betis. Beberapa saat kemudian terdengar suara sirine meraung pelan dan mobil jenazah pun masuk ke desa Mijen.
Para petugas pengusung keranda jenazah pun segera bersiap memikul keranda jenazah dan segera bergerak menuju rumah duka. Para pelayat pun tak kuasa menahan decak kagum tatkala bau harum menyeruak ke segala penjuru dan tak ayal, sebagaimana yang telah diduga sebelumnya dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba kumandang takbir telah terdengar dan disambut gema takbir yang semakin menggema di kompleks rumah duka.
Meskipun sebelumnya perwakilan para pelayat telah rela membatalkan keterlibatan ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang sedianya diminta oleh ayahanda asy-syahid (Bp. Ismanto) untuk mengampu khutbah dan menjadi imam shalat. Dan membatalkan pemasangan aneka spanduk penyambutan jenazah yang telah disiapkan, namun pihak keluarga tetap saja terbelenggu dalam ketakutan mereka terhadap tekanan para aparat thaghut. Dengan tetap saja melarang mengucapkan kalimat takbir.
Akhirnya, perwakilan pelayat tetap berusaha mengerti sembari mengingatkan bahwa pekik takbir adalah satu hal yang spontan muncul dan tidak bisa dihambat begitu saja. Hal ini merupakan reaksi spontan manusia yang tunduk dan takut kepada Rabbnya.
Beberapa waktu kemudian, datanglah berita bahwa mobil jenazah telah sampai di Kudus. Panitia penyambutan jenazah yang telah dibentuk oleh perwakilan keluarga pun segera membuat pagar betis. Beberapa saat kemudian terdengar suara sirine meraung pelan dan mobil jenazah pun masuk ke desa Mijen.
Para petugas pengusung keranda jenazah pun segera bersiap memikul keranda jenazah dan segera bergerak menuju rumah duka. Para pelayat pun tak kuasa menahan decak kagum tatkala bau harum menyeruak ke segala penjuru dan tak ayal, sebagaimana yang telah diduga sebelumnya dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba kumandang takbir telah terdengar dan disambut gema takbir yang semakin menggema di kompleks rumah duka.
Situasi pun semakin hanyut dalam kegembiraan, dan gema takbir pun semakin bersahutan tatkala para pelayat melihat satu fenomena keajaiban makhluk Allah di langit berupa sinar bulan yang terang benderang dan mengeluarkan pijaran melingkar disusul terbentuknya lafadz Allah yang dibentuk oleh awan yang mengelilingi bulan tersebut.
Yang lebih fenomenal lagi, lafadz Allah tersebut kemudian semakin lengkap dengan membentuk formasi huruf laa ilaaha illallaah dalam bahasa arab, yang semakin membuat para pelayat hanyut dalam keharuan dan kegembiraan yang sudah tak bisa dihentikan lagi.
Sayangnya hal ini ternyata membuat panitia dari pihak keluarga panik dan berteriak-teriak untuk menghentikan suara takbir yang menggema semakin keras. Hal ini pun kemudian dimengerti oleh coordinator pelayat, yang segera mengambil alih kondisi dan menenangkan para hadirin untuk tetap tenang dan menjaga situasi kondusif yang telah tercipta sebelumnya.
Alhamdulillah, pelayat pun kemudian bergantian mengusung keranda jenazah untuk kemudian di bawa ke dalam rumah duka. Ketika sebagian dari pelayat berkesempatan untuk melihat jasad syuhada (insya Allah) tersebut, para pelayat melihat satu fenomena yang menggembirakan sekaligus menyedihkan.
Betapa tidak, pada satu sisi kami melihat senyuman yang mengembang sempurna dari wajah jenazah dan bau harum semerbak wangi yang tercium dari diri jenazah, pada sisi lain kami melihat bahwa jenazah tampak mengalami luka bakar yang cukup serius serta penyiksaan mayat meski pelayat tetap tidak mungkin melakukan otopsi dengan sempurna terhadap diri jenazah karena keterbatasan waktu.
Akhirnya, dengan berbagai bukti alam dan apa yang ada pada diri jenazah, pelayat dapat membuktikan sendiri kebenaran Ilahi bahwa mereka telah berjihad demi menjalankan perintah Allah dan demi kejayaan kalimat tauhid serta tegaknya syariah Islam, meski dengan teknik yang barangkali masih sulit dipahami oleh sejumlah besar kaum pergerakan-pergerakan Islam di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar